Rabu, 19 Mei 2010

FENOMENA ABK

Menurut Julia Van Tiel Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak-anak yang untuk memperoleh perkembangannya memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Yang termasuk kedalam kelompok anak berkebutuhan khusus antara lain adalah tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Fenomena anak dengan kebutuhan khusus ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat, karena fenomena anak dengan kebutuhan khusus semakin meningkat khususnya di Indonesia. Permasalahan ini seringkali menimbulkan kesulitan-kesulitan tertentu, kesulitan utama penanganan anak-anak berkebutuhsn khusus adalah mengenai sulitnya mendapatkan informasi dan kesulitan mendiagnosa para penderitanya. Untuk orang-orang tertentu yang mempunyai pengetahuan lebih luas dan pendidikan yang lebih tinggi akan merasa labih mudah untuk mendapatkan informasi mengenai anak berkebutuhn khusus, tetapi untuk orang-orang awam yang memang tidak mengetahui sama sekali mengenai anak berkebutuhan khusus dan tidak mempunyai fasilitas yang cukup untuk mencari tahu informasi akan sangat sulit, bahkan pada akhirnya anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus tidak mendapatkan penanganan yang maksimal dan tentunya akan menghambat perkembangan psikologis mereka.
Ketidaksadaran dari pihak orang tua yang mempunyai anak dengan kebutuhan khusus ini juga merupakan masalah yang utama. Para orang tua dengan anak-anak yang berkebutuhan khusus lebih sering untuk menutupinya dengan tidak menunjukkan dan mendekatkan anak ke masyarakat karena beranggapan bahwa anak mereka merupakan aib keluarga. Para orang tua seringkali merasa malu apabila mempunyai anak yang “berbeda” dari anak-anak pada umunya, sehingga dalam perkembangan dan pendidikannya anak-anak ini menjadi sangat kurang maksimal dan tidak berkembang dengan baik. Ketidaktahuan para orang tua mengenai apa yang harus dilakukan atau penanganan apa yang harus dilakukan untuk menangani anak-anak mereka juga merupakan permasalahan utama. Orang tua yang tidak mengetahui bagaimana cara menangani anak-anak ini justru seringkali mengbaikan anak-anaknya dan anak tidak mendapatkan pendidikan yang baik pula padahal anak-anak berkebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan yang layak seperti anak normal lainnya agar kelak diharapkan mereka dapat terjun dalam lingkungan social. Penanganan yang tepat dan proses pendidikan yang memadai sangat bermanfaat untuk anak dengan kebutuhan khusus karena dengan penanganan yang tepat dapat membantu anak dapat berkembang dengan lebih baik, selain itu pendidikan yang layak untuk anak berkebutuhan khusus ini juga dapat bermanfaat kelak untuk mereka sehingga mereka juga dapat terjun ke lingkungan masyarakat dan nantinya memiliki kemampuan atau keahlian-keahlian tertentu.
Selain adanya ketidaksadaran dari pihak orang tua, fasilitas yang ada untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus juga masih sangat kurang. SLB-SLB yang ada jumlahnya juga masih sangat kurang mengingat anak-anak dengan kebutuhan khusus ini semakin meningkat. Memang di kota-kota besar SLB sudah mulai banyak tetapi untuk daerah-daerah pinggiran sekolah ini masih sangat kurang bahkan tidak ada. Anak-anak yang berkebutuhan khusus tentu saja tidak hanya berasa di daerah kota, di pinggiranpun masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang masih terlantar dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal pendidikan untuk anak-anak ini merupakan hal yang sangat penting agar kelak anak juga dapat terjun ke lingkungan masyarakat dan anak dapat memenuhi tuntutan lingkungan.

Selasa, 06 April 2010

Gaya Berpakaian Akibat Pengaruh Budaya Barat

Dewasa ini pengaruh globalisasi sangatlah memberikan dampak yang besar untuk kita semua, terutama kalangan remaja metropolis. Kita sebagai generasi muda diharapkan tetap dapat melestarikan budaya Indonesia yang menganut budaya timur. Tetapi karena pegaruh globalisasi yang sangat besar dan ketidak mampuan kita untuk menyaringnya maka jadilah kita terpengaruh oleh budaya dari luar. Lambat laun budaya timur yang kita anut dan dulu sangat diagungkan semakin lama semakin hilang dan terkikis akibat globalisasi, generasi sekarang lebih memilih menggunakan budaya lain dalam segala hal sebagai contoh cara berpakaian. Akulturasi budaya sangatlah besar pengaruhnya untuk kita semua, akulturasi merupakan meleburan budaya akibat kontak dengan budaya lain yang terjadi diluar budaya itu sendiri. Proses akulturasi dapat melalui banyak media seperti media elektronik maupun media cetak.
Media massa mengambil peran penting dalam hal ini, kita sudah tidak susah lagi untuk mendapatkan informasi tentang segala sesuatu yang kita inginkan karena setiap informasi dan budaya Barat mudah untuk didapatkan karena melalui berbagai media massa tersebut itulah nilai-nilai sosial dan budaya tersosialisasikan yang didalamnya terdapat tanda-tanda dan simbol-simbol dan tidak dapat dipungkiri media massa memberi pengaruh melalui pesan-pesan yang disampaikannya Media audio visual dan media cetak menjadi tim sukses penyebaran budaya Barat di negeri ini, budaya barat inilah yang mnjadikan generasi muda terpengaruh dan menjadikannya sebagai kiblat dalam hal berpakaian. Mereka sudah tidak memperdulikan adat dan budaya yang berlaku di Indonesia, sehingga mereka melupakan jati dirinya sebagai warga Indonesia yang masih memegang adat ketimuran. Remaja masa kini lebih sering mengadopsi gaya selebritis idolanya masing-masing yang didapatkan dari melihat televisi ataupun majalah remaja, seperti model rambut ataupun cara berpakaiannya. Hal-hal yang dilakukan oleh selebritis luar negeri dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang diliput oleh media massa dan disebar luaskan sehingga masuk ke Indonesia. Mereka beranggapan bahwa gaya yang seperti itulah yang dianggap gaul dan mereka akan menjadi lebih percaya diri apabila sudah meniru cara berpakaian yang sedang trend saat ini. Sering kali mereka tidak merasa tidak malu untuk mengumbar aurat, memakai pakaian yang terbuka dan menjadi lupa dengan budaya yang ada di Indonesia yang mana itu semua dilakukan hanya untuk menunjukkan penampilan semata. Media televisi juga sudah banyak yang menayangkan tentang fashion yang mana akan lebih memudahkan para remaja untuk manirunya.
Penampilan bagi remaja masa kini bukan hanya sebagai sesuatu yang melekat pada tubuh semata, tetapi juga merupakan keseluruhan potensi dalam diri yang digunakan untuk menunjukkan citra dirinya. Citra remaja perempuan metropolitan kini sangat mudah terpengaruh dengan trend. Untuk memenuhi kebutuhan itu mereka mencari informasi tersebut di media massa seperti majalah dan televisi. Pesan verbal dan non verbal yang disampaikan oleh media massa dianggap sebagai salah satu hal penting yang akan memberikan cirri khusus pada remaja. Cara berpakaian mereka dan berbusana juga menjadi salah satu usaha yang berkaitan dengan pencapaian identitasnya sebagai remaja dan dapat membentuk citra diri tertentu melalui penampilannya. Adanya majalah remaja yang juga membahas masalah fashion juga turut mengambil peran penting dalam mengubah citra diri remaja. Dengan adanya gambaran seperti inilah dapat dilihat bahwa budaya luar telah masuk ke dalam budaya kita. Pergaulan merupakan kebutuhan khusus manusia untuk berkomunikasi atupun menjalin relasi dengan sesama oleh karena itu pergaulan juga sangat mempengaruhi cara berpakaian remaja, dan menjadikan kelompok atau peer group peran yang dominan.

Kamis, 11 Maret 2010

Kedudukan Perempuan dalam Budaya Minangkabau

Berbeda halnya dengan budaya jawa yang mana perempuan menjadi sesuatu hal yang tidak penting, dianggap tidak tahu apa-apa dan peran laki-lakilah yang menjadi paling dominan dalam segala hal, biasanya perempuan jawa lebih diharuskan untuk mengurusi rumah tangga saja atu menjadi ibu rumah tangga saja tetapi di Minang berbeda. Perempuan menjadi suatu hal yang diagung-agungkan oleh masyarakat Minang, dalam adat Minang kedudukan dan peranan perempuan itu sangat besar dan sangat diharapkan keberadaannya dan sejak dulu mendudukkan perempuan pada sisi yang besar. Banyak ungkapan yang melambangkan tingginya peran dan kedudukan perempuan di minang. Ia dilambangkan sebagai limpapeh rumah nan gadang, sumarak anjuang nan tinggi, dsb. Dan, khusus untuk perempuan dewasa atau kaum ibu digunakan istilah Bundo Kanduang. Sebutan Bundo Kanduang bukanlah sekadar istilah saja tapi lebih dari itu. Perempuan dengan sebutan Bundo Kanduang tidak hanya dinilai dari segi fisik saja, melainkan dari kepribadiannya juga. Perempuan yang mendapatkan julukan ini harus mempunyai kepibadian yang baik, dapat bersopan santun dan memahami ketentuan adat yang berlaku selain itu ia juga harus dapat berpakaian secara pantas. Oleh karena itu kaum ibu termasuk warga masyarakat yang sangat besar fungsi dan peranannya dalam hidup ini, mereka juga dilambangkan dengan amat mulia dan filosofis. Sifat perempuan bila menjadi Bundo Kanduang tersebut dinyatakan dalam kato pusako (kata pusaka) berikut: Dihias jo budi baiak, malu sopan tinggi sakali, Baso jo basi bapakaian, nan gadang basa batuah, kok hiduik tampek banzar, kok mati tampek baniat. Tiang kokoh budi nan baiak, pasak kunci malu jo sopan, hiasan dunia jo akhirat, awih tampek mintak aia, lapa tampek minta nasi, (Zulkarnaini, 1994). Istilah tersebut memiliki arti kehadiran perempuan sebagai Bundo Kanduang merupakan contoh dan teladan budi bagi masyarakatnya, bagi kaumnya, dan bagi rumah tangganya. Sosok Bundo Kanduang digambarkan sebagai ibu yang berwibawa, arif bijaksana, suri teladan, memakai raso (rasa) dan pareso (periksa), serta tutur katanya sopan. Oleh karena itu perempuan yang telah memiliki julukan Bondo Kanduang adalah merupakan perempuan yang harus memiliki budi pekerti yang baik, sopan santun, taat beragama, memahami adat yang berlaku, memiliki harga diri, dan mampu memelihara dirinya dan masyarakat dari dosa.

Dalam adat minang, perempuan sangat disanjung dan masyarakat meyakini benar bahwa wanitalah bermula dan paling pantas menerima peran sosial dalam mempertahankan kelanggengan adat dan budaya. Dalam adat dan budaya Minang, agar kecintaan dan penghargaan kepada kaum wanita selalu hidup dalam jiwa kaum pria, adat menetapkan silsilah keturunan mengambil garis keturunan Ibu, yang disebut system matrilineal. Sistem Matrilineal ini sulit dibantah karena ini merupakan dalil yang sudah hidup, tumbuh dan berkembang di Minangkabau. Perempuan di minang pendapatnya selalu didengarkan, mereka juga merupakan pewaris harta keluarga dan pambawa nama keluarga, perempuan minang juga membawa garis keturunan bukan dari pihak lelakinya selain itu runah-rumah gadang dengan ukiran yang indah di minang itu merupakan milik perempuan minang. Dalam hal penyelenggaraan system kekerabatan, pola pengelolaan harta pusaka, riumah gadang dan pelaksanaan perkawinan juga dilaksanakan oleh kaum wanita itu sendiri. Penyelenggataan sistem kekerabatan, wanita minang umumnya dilengkapi dengan dukungan ekonomi yang bersumber dari pengelolaan harta pusaka dan sebuah tempat kediaman yang disebut „rumah gadang”. Setiap harta yang menjadi pusaka selalu dijaga agar tetap utuh, demi untuk menjaga keutuhan kaum kerabat, sebagaimana diajarkan falsafah alam dan hukum adat. Harta pusaka mempunyai fungsi sosial yang berada dalam penguasaan kaum wanita.

Senin, 08 Maret 2010

Gangguan Stress Pasca Traumatic Korban Kekerasan Seksual Pada Anak

“Anak adalah masa depan dan harapan bangsa”

Begitu kata para cerdik cendekia tentang betapa pentingnya memperhatikan masalah anak. Oleh karenanya kebutuhan anak harus diperhatikan dan dipenuhi hak-haknya, karena masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan, apa-apa yang terjadi pada masa pertumbuhan ini akan sangat berpengaruh bagi perkembangan anak selanjutnya hingga ia dewasa. Namun pada kenyataannya yang terjadi justru berbalik, Anak tidak lagi diperhatikan kebutuhannya dan dipenuhi hak-haknya melainkan justru disakiti dan dilukai. Anak malah menjadi korban kebiadaban orang dewasa yang tidak bertanggung jawab, salah satu contohnya adalah kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual yang terjadi dewasa ini justru banyak menimpa anak-anak sebagai korbannya. Dewasa ini kasus kekerasan seksual terus meningkat, terutama kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. Berbagai penelitian di dunia menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan seksual terhadap anak cukup tinggi antara 1 hingga 21 persen perempuan pernah mengalami kekerasan seksual di saat mereka berusia dibawah 15 tahun. Sementara di Indonesia sendiri diperkirakan kasus kekerasan seksual mencapai angka antara 17 hingga 25 persen anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual. Pada tahun 2005 data Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat adanya 731 kasus kekerasan terhadap anak, meliputi kekerasan fisik, psikis maupun seksual, dengan kecenderungan kenaikan kasus hampir 100% dari tahun sebelumnya disertai peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Sementara Data kasus kekerasan terhadap perempuan yang masuk ke Rifka Annisa tahun 2000 s/d 2005 menunjukkan adanya 157 kasus kekerasan terhadap anak perempuan, 139 (88,5%) kasus diantaranya adalah kasus kekerasan seksual, 54% atau 1 dari 2 kasus perkosaan yang terjadi sejak tahun 2000 hingga 2005 adalah perkosaan terhadap anak. Sekalipun prevalensi kekerasan seksual terhadap anak perempuan cukup tinggi, namun masih sedikit sekali yang terungkap dipermukaan. Menurut dr. Soepalarto Soedibjo, MPH, Asisten Deputi Urusan Kekerasan terhadap Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan, kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak yang tak terungkap jauh lebih banyak. Para orang tua yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual tidak berani atau tidak mau melaporkan kasus yang menimpa anaknya ke pihak-pihak yang berwenang. Seperti fenomena gunung es, data yang ada itu hanyalah puncak kecilnya. Banyak kasus tidak dilaporkan dengan berbagai alasan. Belum lagi jika ditambah kasus pelecehan seksual, seperti sekadar meraba, mencium, atau mempertontonkan adegan erotis, yang jarang sekali dianggap kasus yang patut dilaporkan atau ditindaklanjuti kepada yang berwajib.
Semakin banyak kasus yang tidak dilaporkan ke polisi ataupun tidak terangkat ke media semakin memberikan peluang untuk para pelaku melakukan tindak kejahatan kepada anak-anak. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak sepertinya justru dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Para pelaku beranggapan bahwa apabila melakukan kekerasan seksual terhadap korban yang telah dikenalnya peluang untuk tidak dicurigai akan semakin besar. Para pelaku biasanya adalah oramg-orang yang telah mengenal baik korbannya seperti tetangga, saudara, guru yang seharusnya memberikan teladan yang baik untuk anak-anak, bahkan yang lebih parah adalah kekerasan seksual yang dilakukan orang tua korban, baik ayah kandung ataupun ayah tiri. Data kasus yang masuk ke Rifka Annisa sejak tahun 2000 hingga 2005 menunjukkan bahwa 1 dari 6 kasus perkosaan adalah kasus Incest, yaitu kekerasan seksual atau perkosaan yang dilakukan oleh keluarga sedarah ataupun keluarga yang tinggal dalam satu rumah tangga, seperti ayah kandung, saudara kandung, paman, kakek, ayah tiri, keponakan, dan lain-lain.
Seperti contoh kasus yang terjadi di Bojonegoro pada bulan Oktober 2009, seorang guru SD tega menyodomi siswanya dan setelah diungkap ternyata guru tersebut telah beberapa kali melakukan sodomi kepada siswanya. Sejumlah muridnya juga pernah beberapa kali diperlakukan tak senonoh, baik sekadar diminta mengelus, sampai disodomi. Kasus guru melakukan tindak kekerasan seksual terhadap muridnya juga terjadi di Desa Merbau Selatan, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Diceritakan bahwa oknum guru tersebut telah menyodomi 17 muridnya, dilaporkan oknum guru ini melakukan tindak asusila terhadap belasan muridnya sejak 2006 hingga 2008. Kasus di Jember berbeda lagi, ini terjadi pada Oktober 2009, seorang kakek tega memperkosa cucu kandungnya sendiri. Bocah yang telah menjadi piatu itu bercerita jika sejak bulan puasa Oktober 2009 lalu telah dicabuli oleh kakeknya sendiri.
Dari fenomena kekerasan seksual di Indonesia yang sebagian besar korbannya adalah anak-anak akan menimbulkan berbagai dampak negative. Hasil penelitian Rifka Annisa menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan seksual akan mengalami trauma jangka panjang yang beragam bentuknya seperti disfungsi seksual, immature sexual active, menarik diri dari lingkungan. Dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada anak-anak yang pelakunya adalah orang-orang terdekat korban seringkali membutuhkan penanganan yang komprehensif dan berjangka panjang. Menghukum pelaku saja juga tidak cukup menyelesaikan masalah. Keberadaan korban untuk tetap dalam rumah tangga atau tinggal serumah dengan pelaku akan mempersulit proses penyembuhan trauma yang dialami anak. Namun demikian mengeluarkan anak dari lingkungan sosialnya juga sulit dilakukan. Sementara proses recovery korban, agar dia dapat pulih secara mental dan sosial sama sekali belum mendapatkan perhatian. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak memang tidak sesederhana dampak psikologis yang akan ditimbulkan. Korban kekerasan seksual dan perkosaan dapat mengalami stress akibat pengalaman traumatis yang dialaminya, kekerasan seksual dan perkosaan akan menimbulkan efek trauma yang mendalam pada korbannya. Selain itu korban juga berpotensi mengalami trauma yang cukup parah karena peristiwa perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang membuat shock bagi korban. Goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat kekerasn seksual terjadi maupun sesudahnya. Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan reaksi-reaksi fisik (Taslim, 1995). Anak akan diliputi perasaan dendam, marah, penuh kebencian yang tadinya ditujukan kepada orang yang melecehkannya dan kemudian menyebar kepada obyek-obyek atau orang-orang yang lainnya (Supardi & Sadarjoen, 2006). Trauma yang dialami oleh korban perkosaan ini tidak sama antara satu korban dengan korban yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh bermacam-macam hal seperti pengalaman hidup mereka, tingkat religiusitas yang berbeda, perlakuan saat perkosaan, situasi saat perkosaan, maupun hubungan antara pelaku dengan korban.

Fenomena facebook di masyarakat

Fenomena facebook yang belakangan ini menjadi sorotan sudah tidak asing lagi bagi kita. Banyak masyarakat yang mengadukan bahwa mereka kehilangan anak-anaknya yang disebabkan penculikan oleh teman facebook. Sebenarnya apa benar anak-anak mereka hilang karena diculik?atau hanya menjadikan facebook sebuah alat untuk menutupi permasalahan yang sebenarnya terjadi?
Beberapa bulan belakangan ini banyak berita di televisi yang menayangkan penculikan anak yang disebabkan oleh teman facebook. Sebenarnya facebook hanya merupakan sebuah fasilitas yang digunakan untuk memfasilitasi masyarakat agar mereka dapat berhubungan lagi dengan teman-teman lama yang tidak pernah dijumpai lagi. Tetapi facebook malah fungsinya disalah gunakan oleh masyarakat kita terutama untuk anak-anak yang masih tidak mengetahui penting dan fungus facebook yang benar. Para anak-anak dan remaja menggunakan facebook sebagai alat yang digunakan untuk mencari teman baru. Para remaja yang tidak pernah bertemu sebelumnya dengan teman mereka yang ada di facebook tidak khawatir dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi, mereka sich hanya berpikiran kalau mereka punya banyak teman di facebook tanpa perlu mengenal orang tersebut sebelumnya bukan merupakan masalah yang terpenting bagi mereka adalah list teman di daftar facebooknya penuh. Para remaja yang merasa mempunyai banyak teman di facebook tidak canggung-canggung untuk mengenal lebih dekat orang-orang yang baru dikenalnya. Tak jarang mereka menjalin hubungan yang spesial dengan orang-orang di dalam fcebook tersebut. Para remaja yang masih labil dan masih dalam rangka pencarian jati diri memang lebih merasa nyaman untuk bebagi permasalahan dengan teman-teman mereka daripada dengan orangtua. Mereka lebih merasa dapat mencurahkan segala permasalahan dengan teman karena beranggapan bahwa teman adalah pemberi solusi yang benar bagi setipa permasalahan.
Sebenarnya dari sinilah letak kesalahan para remaja, mereka terlalu mempercayai teman facebook yang baru dikenalnya. Ketika suatu saat pera remaja mempunyai permasalahan pribadi seperti masalah dengan teman sekolah terutama permasalahan yang menyagkut dengan orang tua maka mereka melampiaskannya dengan curhat dengan teman facebook. Sampai pada akhirnya apabila mereka sudah tidak dapat menyelesaikan permasalahan pribadi yang dialaminya mereka malah kabur dengan teman facebook yang baru dikenalnya. mereka beranggapan bahwa kabur dengan teman facebook merupakan solusi yang tepat karena kebetulan orang terdekat dan dipercaya adalah orang yang mereka kenal lewat facebook. Para orang tua pun khawatir dan beranggapan bahwa anak mereka hilang karena diculik oleh teman facebook anak mereka. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah anak mereka kabur dan bukannya diculik karena alas an permasalaha dengan orang tua, teman, dll. Sebenarnya ini merupakan suatu pembelajaran agar orang memberikan pengarahan dan pengertian lebih dini kepada anak-anak tentang fungsi dan tujuan jejaring social facebook.